PENGANTAR ARSITEKTUR
FILOSOFI ARSITEKTUR RUMAH ADAT GORONTALO
R
|
umah
adat merupakan salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam
sebuah suku atau masyarakat. Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam
dan mempunyai arti dan filosofi masing-masing.
Salah
satu rumah adat yang ada di Indonesia yakn rumah panggung gorontalo, rumah
tinggal pada masyarakat gorontalo digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan hidup. kebudayaan dan filosofi saling berkaitan satu
sama lain, dari kebudayaan dan adat kebiasaan serta kepercayaan diwujudkan
dalam arsitektur yang memiliki makna folosofi terjadinya bentuk dan aturanan
yang ada pada tiap aspek arsitektur itu sendiri.
Karakteristik
Rumah Panggung Masyarakat Gorontalo
berdasarkan
tata fisik rumah tinggalnya yang bervariasi tata fisik tersebut tersirat tiga
makna pokok yang terkait dengan status sosial seseorang.
Menurut
heryati (2012,6)
karakteristik rumah tinggal
masyarakat gorontalo pada zaman dahulu dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori,
yaitu:
1.
Rumah tinggal yang dihuni oleh Raja/golongan bangsawan. Rumah tinggal jenis ini
sudah tidak ditemukan lagi, untuk kepetingan studi pembahasan rumah raja
dilakukan dengan memadukan hasil wawancara dari pemuka adat dan melihat replika
rumah raja yang selama ini digunakan sebagai tempat pelaksanaan proses adat.
Rumah ini dinamakan Banthayo Poboide. Menurut wawancara dengan Daulima
bahwa Banthayo Poboide ini merupakan replika rumah raja pada jaman
dahulu
2.
Rumah tinggal yang dihuni oleh orang berada/kaya
3. Rumah tinggal yang dihuni oleh
rakyat kebanyakan/rakyat biasa (golongan menengah ke bawah).
Filosofi
1) Bentuk
Filosofi
dari bentuk rumah panggung yakni mengikuti struktur analogi tubuh yakni terdiri
dari kaki (kolongan/tiang), badan (badan rumah) dan kepala (atap).
Untuk
mengukur ketinggian, panjang dan lebar rumah dengan menggunakan depa, dengan
aturan 1 depa dikurangi 1 jengkal hasil pengurangan dibagi 8. Angka 8 memberi
makna keadaan yang selalu terjadi pada diri manusia, yakni : rahmat, celaka,
beruntung, kerugian, beranak, kematian, umur dan hangus. Jika angka tersebut
berakhir pada yang tidak baik maka harus ditambah atau dikurangi satu.
Jenis
tiang dibedakan atas:
Ø Tiang utama
(wolihi)
Ø Tiang depan
sebanyak 6 buah
Ø Tiang dasar
(potu) khusus untuk golongan raja, jumlah tiang 32 sebagai perlambang 32
penjuru mataangin.
Bentuk
tiang pada bagian depan/serambi yang berbentuk persegi, ada yang 4, 6 atau 8
menunjukkan jumlah budak masing-masing raja. Jumlah anak tangga terdiri dari 5
sampai dengan 7. Angka lima melambangkan rukun islam serta 5 prinsip hidup
masyarakat gorontalo, yaitu: Bangusa talalo, Lipu poduluwalo, Batanga
pomaya, Upango potombulu, Nyawa podungalo, artinya keturunan dijaga, negeri
dibela, diri diabdikan, harta diwakafkan/dikorbankan, nyawa taruhannya. Angka 7
bermakna 7 martabat (tingkatan nafsu pada manusia) yakni amarah, lauwamah,
mulhimah, muthmainnah, rathiah, mardhiah, dan kamilan.
Ø Atap dua
susun pada melambangkan adat dan syariat.
Pola
ruang yang berbentuk segi empat yang melambangkan empat kekuatan alam yakni
air, api, angin, dan tanah. Dalam penataan ruang pada rumah adat ini tidak
memiliki aturan tertentu. Namun membuat kamar lebih dari 3tidak diperkenankan ini
terkait dengan kepercayaan masyarakat gorontalo tentang 3 tahapan keadaban
manusia yakni bermula dari tidak ada, ada dan berakhir dengan tiada (alam
rahim, alam dunia, dan alam akhirat).
Pembeda
fungsi ruang diperkuat dengan adanya Pihito berupa balok yang menonjol
di atas lantai yang berfungsi sebagai pembatas dari fungsi ruang menandakan
bahwa aspek privacy sudah menjadi perhatian utamanya setelah masuknya islam.
Letak dapur yang dipisahkan oleh jembatan dengan bangunan induk/utama menurut
adat masyarakat Gorontalo bahwa dapur merupakan rahasia jadi setiap tamu yang
bertandang tidak boleh melewati jembatan tersebut. Dan yang paling penting
diperhatikan adalah perletakan dapur/tempat memasak yang tidak boleh menghadap
ke kiblat, karena menurut kepercayaan masyarakat jaman dahulu rumah akan mudah
terbakar.
3)
Upacara
Proses
mendirikan rumah merupakan rangkaian kegiatan yang pada prinsipnya dapat
dikelompokkan dalam 3 tahapan: (1) tahap perencanaan, (2) tahap rancang-bangun,
dan terakhir (3) tahap penghunian.
a)
Tahap Perencanaan, yakni melakukan musyawarah terlebih dahulu yang dipimpin
oleh pemuka adat.
b)
Tahap rancang-bangun. merupakan bagian dari proses membangun rumah. Yakni menetapkan
lokasi dmana rumah aakan dibangun. Penentuan titik ini dilakukan
berdasarkan hitungan berdasarkan bulan di langit dan posisi naga. Pada tahapan
ini juga termasuk dalam penentuan panjang dan lebar rumah dimana menggunakan
depa dari kepala dan ibu rumah tangga.
c)
Tahap Penghunian, tahap dimana rumah telah selesai dan siap untuk dihuni. Pada
saat ini diadakan upacara dengan menggantungkan pisang masak satu tandan dan
beberapa perkakas rumah ditidurkan di dalam rumah itu pada malam naik rumah baru.
Makna
filosofi yang ada pada wujud arsitektur rumah adat gorontalo ini adalah pada
etika atau adat berperilaku atau kebudayaan, yang dimana pada dasarnya etika
ini berasaskan pada perinsip islam dan juga Adat atau kebiasaan masyarakat
gorontalo pada masa kerajaan atau sejarahnya.
Yang
dimana pada zaman dahulu masyarakat gorontalo dapat dibedakan berdasarkan
status sosialnya yakni rumah untuk golongan raja/bangsawan, rumah untuk
golongan kaya/berada, dan rumah untuk rakyat biasa/kebanyakan. Perbedaan ini
nampak jelas pada dimensi rumah, bentuk atap, dan penggunaan ragam hias/
ornamen.
DAFTAR
PUSTAKA
Heryati.
2013. “Nilai-nilai
Sejarah dan Filosofi Pada Arsitektur Rumah Panggung
Masyarakat Gorontalo “. (http://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/119/nilai-nilai-sejarah-dan-filosofi-pada-arsitektur-rumah-paggung-masyarakat-gorontalo.pdf). Diakses 2
Juli, 2014.
Kebudayaan1.
2013. “Berkenalan dengan Rumah Adat Gorontalo”.
(http://kebudayaan1.blogspot.com/2013/11/berkenalan-dengan-rumah-adat-gorontalo.html). Diakses 5
Juli, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar